Abul Hudzail adalah seorang tokoh alim terkenal di Iraq. Ia berkata:
“Dalam salah satu perjalananku, aku masuk ke kota Raqqah, salah satu
kota di Suriah. Aku mendengar di situ ada seorang gila terkenal karena
ucapannya yang menarik.[1]
Aku datang untuk menemuinya. Lalu berlangsunglah dialog antara kami:
Orang gila: “Orang manakah anda?”
Abul Hudzail: “Saya orang Iraq.”
Orang gila: “Wah, berarti anda bukanlah orang biasa. Di mananya Iraq anda tinggal?”
Abul Hudzail: “Bashrah.”
Orang Gila: “Anda benar-benar ahli ilmu dan pengalaman. Siapa nama anda?”
Abul Hudzail: “Namaku Abul Hudzail Allaf.”
Orang Gila: “Wah, anda ahli teologi itu?”
Abul Hudzail: “Ya, betul.”
Tiba-tiba orang gila itu berdiri lalu memintaku duduk di tempat yang lebih nyaman kemudia melanjutkan perbincangan kita.
OG: “Apa menurut anda tentang imamah (ke-Imam-an)?”
AH: “Imamah yang mana ini?”
OG: “Maksudku, menurutmu, siapakah orang yang anda anggap paling layak menjadi pengganti nabi?”
AH: “Orang yang selalu didahulukan nabi dan ditekankan oleh beliau.”
OG: “Siapakah dia?”
AH: “Abu Bakar.”
OG: “Mengapa anda menganggapnya begitu terdepan dari selainnya serta menjadikannya pemimpin anda?”
AH: “Karena Rasulullah saw pernah bersabda: “Jadikanlah orang-orang terbaik di antara kalian sebagai pemimpin.” Dan nyatanya semua orang senang dengan menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah dan pemimpin mereka.”
OG: “Wah, anda telah melakukan kesalahan di sini.
Karena Abu Bakar sendiri di atas mimbar pernah berkata: “Aku adalah pemimpin kalian, padahal sebenarnya aku bukan orang terbaik di antara kalian.”[2]
Kalau semua orang di jaman itu tahu bahwa Abu Bakar bukanlah yang terbaik namun mereka menjadikannya khalifah, maka mereka telah bertentangan dengan ucapan nabi yang kau sebutkan. Namun jika Abu Bakar berbohong tentang perkataannya bahwa ia bukan yang terbaik, maka tidak layak bagi seseorang untuk berbohong di atas mimbar.
Adapun anda berkata semua orang senang menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah mereka, itu pun tidak benar juga. Karena saat itu kebanyakan orang-orang Madinah (kaum Anshar) selalu berkata, “Seharusnya satu orang dari kalangan kami (Anshar) dan satu orang dari kalian (Muhajirin) yang menjadi pemimpin.”
Bahkan di kalangan Muhajirin pun banyak yang tidak setuju dengan dipilihnya Abu Bakar sebagai khalifah. Zubair berkata: “Aku tidak membai’at selain Ali bin Abi Thalib.” Abu Sufyan juga berkata kepada Ali (meskipun sebenarnya adalah provokasi): “Aku siap mengumpulkan semua orang untuk membai’atmu.” Salman Al Farisi, Miqdad, Abu Dzar, mereka tidak setuju dengan dipilihnya Abu Bakar.
Wahai Abul Hudzail, jawab pertanyaan-pertanyaanku ini:
1. Katakan padaku, bukankah Abu Bakar pernah berkata di atas mimbar:
“Wahai orang-orang, sesungguhnya dalam diriku ada setan yang telah membuatku lalai dan menguasaiku. Kalau kalian tiba-tiba melihatku marah, maka jauhilah aku.”
2. Katakan padaku, apakah tidak bertentangan jika Rasulullah saw tidak menunjuk penggantinya padahal Abu bakar dan Umar menunjuk pengganti sepeninggal mereka?
3. katakan padaku, mengapa saat Umar menjadikan enam orang sebagai dewan musyawarah untuk menentukan penggantinya berkata bahwa enam orang itu semuanya penduduk surga. Namun ia sendiri berkata setelah itu “Jika ada dua orang dari mereka yang bertentangan dengan pendapat umum, maka keluarkan mereka! Jika tiga orang dari mereka bertentangan dengan tiga orang lainnya, bunuhlah tiga orang yang di dalamnya tidak ada Abdurrahman bin Auf.” Bukankah ucapannya bertentangan? Bagaimana mungkin ia memerintahkan agar penduduk surga dibunuh?
4. Jelaskan juga padaku tentang pertemuan Ibnu Abbas dengan Umar dan dialog mereka; yang mana saat itu Umar sakit karena terkena pukulan, lalu Abdullah bin Abbas mendatanginya dan bertanya: “Mengapa kamu merintih-rintih seperti ini?”
Umar menjawab: “Aku merintih dan kebingungan bukan karenaku, tapi karena aku tidak tahu siapa yang harus menggantikanku.”
Ibnu Abbas berkata: “Kenapa engkau tidak menjadikan Thalhah bin Ubaidillah sebagai pemimpin?”
Umar: “Ia orang yang keras, nabi mengenalnya seperti itu. Aku tidak mau menjadikan orang keras sebagai pemimpin.”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Zubair bin Awwam saja.”
Umar: “Ia orang yang pelit, aku pernah melihatnya cekcok dengan istrinya karena masalah upah.”
Ibnu Abbas: “Bagaimana kalau Sa’ad bin Abi Waqqash?”
Umar: “Ia selalu sibuk dengan kuda dan panah (selalu berkecimpung dengan peperangan). Aku tidak mau orang seperti itu menjadi pemimpin.”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Abdurrahman bin Auf.”
Umar: “Ia adalah orang yang lemah dalam mengatur rumah tangganya sendiri.”
Ibnu Abbas: “Kenapa tidak anakmu saja?”
Umar: “Tidak. Demi Tuhan, orang yang menceraikan istrinya saja tidak bisa bagaimana dapat kujadikan sebagai pemimpin?”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Utsman saja.”
Umar berkata tiga kali: “Demi Tuhan, ya, aku mau menjadikan Utsman sebagai pemimpin.”
Ibnu Abbas bercerita bahwa setelah itu ia diam dan tidak menyebut nama Ali bin Abi Thlaib kepada Umar karena ia tahu permusuhan antara mereka berdua. Sampai-sampai Umar sendiri berkata kepadanya, “Hai Ibnu Abbas, mengapa engkau tidak menyebut nama kawanmu?”
Saat itu Ibnu Abbas menjawab: “Aku setuju jika Ali kau jadikan pemimpin.”
Kemudian Umar berkata: “Demi Tuhan, jika aku menjadikan Ali sebagai pemimpin mereka, ia pasti menuntun umatnya di jalan kebahagiaan dan memasukkan seluruh pengikutnya ke surga.”
Aneh sekali. Umar sendiri mengakui keunggulan Ali bin Abi Thalib namun ia tidak pernah bersedia meyerahkan kepemimpinan kepadanya. Malah ia menyerahkan perkara pemilihan pengganti kepada enam orang.”
Abul Hudzail bercerita bahwa setelah pembicaraan itu usai, orang gila itu mulai terlihat aneh dan kegilaannya kambuh (bertingkah seperti orang gila). Ia menceritakan kisahnya itu kepada Ma’mun. Lalu akhirnya Ma’mun membawa orang gila itu ke istananya dan mengobatinya. Akhirnya Ma’mun sempat menjadi Syiah karena orang gila itu.[3]
Aku datang untuk menemuinya. Lalu berlangsunglah dialog antara kami:
Orang gila: “Orang manakah anda?”
Abul Hudzail: “Saya orang Iraq.”
Orang gila: “Wah, berarti anda bukanlah orang biasa. Di mananya Iraq anda tinggal?”
Abul Hudzail: “Bashrah.”
Orang Gila: “Anda benar-benar ahli ilmu dan pengalaman. Siapa nama anda?”
Abul Hudzail: “Namaku Abul Hudzail Allaf.”
Orang Gila: “Wah, anda ahli teologi itu?”
Abul Hudzail: “Ya, betul.”
Tiba-tiba orang gila itu berdiri lalu memintaku duduk di tempat yang lebih nyaman kemudia melanjutkan perbincangan kita.
OG: “Apa menurut anda tentang imamah (ke-Imam-an)?”
AH: “Imamah yang mana ini?”
OG: “Maksudku, menurutmu, siapakah orang yang anda anggap paling layak menjadi pengganti nabi?”
AH: “Orang yang selalu didahulukan nabi dan ditekankan oleh beliau.”
OG: “Siapakah dia?”
AH: “Abu Bakar.”
OG: “Mengapa anda menganggapnya begitu terdepan dari selainnya serta menjadikannya pemimpin anda?”
AH: “Karena Rasulullah saw pernah bersabda: “Jadikanlah orang-orang terbaik di antara kalian sebagai pemimpin.” Dan nyatanya semua orang senang dengan menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah dan pemimpin mereka.”
OG: “Wah, anda telah melakukan kesalahan di sini.
Karena Abu Bakar sendiri di atas mimbar pernah berkata: “Aku adalah pemimpin kalian, padahal sebenarnya aku bukan orang terbaik di antara kalian.”[2]
Kalau semua orang di jaman itu tahu bahwa Abu Bakar bukanlah yang terbaik namun mereka menjadikannya khalifah, maka mereka telah bertentangan dengan ucapan nabi yang kau sebutkan. Namun jika Abu Bakar berbohong tentang perkataannya bahwa ia bukan yang terbaik, maka tidak layak bagi seseorang untuk berbohong di atas mimbar.
Adapun anda berkata semua orang senang menjadikan Abu Bakar sebagai khalifah mereka, itu pun tidak benar juga. Karena saat itu kebanyakan orang-orang Madinah (kaum Anshar) selalu berkata, “Seharusnya satu orang dari kalangan kami (Anshar) dan satu orang dari kalian (Muhajirin) yang menjadi pemimpin.”
Bahkan di kalangan Muhajirin pun banyak yang tidak setuju dengan dipilihnya Abu Bakar sebagai khalifah. Zubair berkata: “Aku tidak membai’at selain Ali bin Abi Thalib.” Abu Sufyan juga berkata kepada Ali (meskipun sebenarnya adalah provokasi): “Aku siap mengumpulkan semua orang untuk membai’atmu.” Salman Al Farisi, Miqdad, Abu Dzar, mereka tidak setuju dengan dipilihnya Abu Bakar.
Wahai Abul Hudzail, jawab pertanyaan-pertanyaanku ini:
1. Katakan padaku, bukankah Abu Bakar pernah berkata di atas mimbar:
“Wahai orang-orang, sesungguhnya dalam diriku ada setan yang telah membuatku lalai dan menguasaiku. Kalau kalian tiba-tiba melihatku marah, maka jauhilah aku.”
2. Katakan padaku, apakah tidak bertentangan jika Rasulullah saw tidak menunjuk penggantinya padahal Abu bakar dan Umar menunjuk pengganti sepeninggal mereka?
3. katakan padaku, mengapa saat Umar menjadikan enam orang sebagai dewan musyawarah untuk menentukan penggantinya berkata bahwa enam orang itu semuanya penduduk surga. Namun ia sendiri berkata setelah itu “Jika ada dua orang dari mereka yang bertentangan dengan pendapat umum, maka keluarkan mereka! Jika tiga orang dari mereka bertentangan dengan tiga orang lainnya, bunuhlah tiga orang yang di dalamnya tidak ada Abdurrahman bin Auf.” Bukankah ucapannya bertentangan? Bagaimana mungkin ia memerintahkan agar penduduk surga dibunuh?
4. Jelaskan juga padaku tentang pertemuan Ibnu Abbas dengan Umar dan dialog mereka; yang mana saat itu Umar sakit karena terkena pukulan, lalu Abdullah bin Abbas mendatanginya dan bertanya: “Mengapa kamu merintih-rintih seperti ini?”
Umar menjawab: “Aku merintih dan kebingungan bukan karenaku, tapi karena aku tidak tahu siapa yang harus menggantikanku.”
Ibnu Abbas berkata: “Kenapa engkau tidak menjadikan Thalhah bin Ubaidillah sebagai pemimpin?”
Umar: “Ia orang yang keras, nabi mengenalnya seperti itu. Aku tidak mau menjadikan orang keras sebagai pemimpin.”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Zubair bin Awwam saja.”
Umar: “Ia orang yang pelit, aku pernah melihatnya cekcok dengan istrinya karena masalah upah.”
Ibnu Abbas: “Bagaimana kalau Sa’ad bin Abi Waqqash?”
Umar: “Ia selalu sibuk dengan kuda dan panah (selalu berkecimpung dengan peperangan). Aku tidak mau orang seperti itu menjadi pemimpin.”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Abdurrahman bin Auf.”
Umar: “Ia adalah orang yang lemah dalam mengatur rumah tangganya sendiri.”
Ibnu Abbas: “Kenapa tidak anakmu saja?”
Umar: “Tidak. Demi Tuhan, orang yang menceraikan istrinya saja tidak bisa bagaimana dapat kujadikan sebagai pemimpin?”
Ibnu Abbas: “Kalau begitu Utsman saja.”
Umar berkata tiga kali: “Demi Tuhan, ya, aku mau menjadikan Utsman sebagai pemimpin.”
Ibnu Abbas bercerita bahwa setelah itu ia diam dan tidak menyebut nama Ali bin Abi Thlaib kepada Umar karena ia tahu permusuhan antara mereka berdua. Sampai-sampai Umar sendiri berkata kepadanya, “Hai Ibnu Abbas, mengapa engkau tidak menyebut nama kawanmu?”
Saat itu Ibnu Abbas menjawab: “Aku setuju jika Ali kau jadikan pemimpin.”
Kemudian Umar berkata: “Demi Tuhan, jika aku menjadikan Ali sebagai pemimpin mereka, ia pasti menuntun umatnya di jalan kebahagiaan dan memasukkan seluruh pengikutnya ke surga.”
Aneh sekali. Umar sendiri mengakui keunggulan Ali bin Abi Thalib namun ia tidak pernah bersedia meyerahkan kepemimpinan kepadanya. Malah ia menyerahkan perkara pemilihan pengganti kepada enam orang.”
Abul Hudzail bercerita bahwa setelah pembicaraan itu usai, orang gila itu mulai terlihat aneh dan kegilaannya kambuh (bertingkah seperti orang gila). Ia menceritakan kisahnya itu kepada Ma’mun. Lalu akhirnya Ma’mun membawa orang gila itu ke istananya dan mengobatinya. Akhirnya Ma’mun sempat menjadi Syiah karena orang gila itu.[3]
Categories:
Bahasa Indonesia
0 comments:
Post a Comment
براہ مہربانی شائستہ زبان کا استعمال کریں۔ تقریبا ہر موضوع پر 'گمنام' لوگوں کے بہت سے تبصرے موجود ہیں. اس لئےتاریخ 20-3-2015 سے ہم گمنام کمینٹنگ کو بند کر رہے ہیں. اس تاریخ سے درست ای میل اکاؤنٹس کے ضریعے آپ تبصرہ کر سکتے ہیں.جن تبصروں میں لنکس ہونگے انہیں فوراً ہٹا دیا جائے گا. اس لئے آپنے تبصروں میں لنکس شامل نہ کریں.
Please use Polite Language.
As there are many comments from 'anonymous' people on every subject. So from 20-3-2015 we are disabling 'Anonymous Commenting' option. From this date only users with valid E-mail accounts can comment. All the comments with LINKs will be removed. So please don't add links to your comments.