Tanya: Ali sejak sebelumnya pasti tahu bahwa ia
adalah khalifah Tuhan setelah Nabi. Lalu mengapa ia membai’at Abu Bakar,
Umar dan Utsman? Jika ia tidak mempunyai kekuatan untuk melawan, maka
dia bukan khalifah Tuhan. Jika punya, mengapa tidak menggunakan kekuatan
itu? Bukankah itu penghianatan? Apa jawaban anda?
Jawab: Dalam sejarah tidak pernah tercatat bahwa Ali bin Abi Thalib membai’at Umar dan Utsman. Karena kekhilafahan Umar bin Khattab telah ditentukan oleh Abu Bakar. Orang-orang banyak yang menanyai Abu Bakar, “Mengapa engkau memilih seseorang yang berwatak keras untuk menjadi khalifah? Kelak ia akan menjadi semakin keras dengan begitu. Apa yang akan kau jawab di hadapan Tuhan nanti karena telah menjadikan orang sepertinya sebagai khalifah kami?”
Abu Bakar menjawab mereka, “Jawabanku untuk Tuhan kelak adalah: Aku telah memilih orang terbaik untuk menjadi khalifah.”[1]
Begitupula kekhilafahan Utsman bin Affan, kekhalifahannya juga atas usaha Abdurrahman bin ‘Auf. Dengan demikian apa arti bai’at Ali bin Abi Thalib? Sama sekali mereka tidak membutuhkan bai’atnya untuk menjadi khalifah.
Lalu bagaimana anda menyatakan bahwa Ali membai’at mereka?
Adapun mengenai pembai’atan Ali bin Abi Thalib untuk Abu Bakar, dapat dikatakan bahwa menurut Syiah itu bukanlah bai’at. Adapun dalam versi Ahlu Sunah, Ali bin Abi Thalib membai’at Abu Bakar setelah enam bulan dan sepeninggal istrinya, Fathimah Az-Zahra. Lalu dapat dipertanyakan mengapa Ali bin Abi Thalib mengulur waktu sedemikian lama untuk melakukan perbuatan yang benar (bai’at)? Anggap saja Ali bukan Washi Nabi. Siapapun Ali meski ia bukan Washi Nabi, tak dielakkan bahwa ia pun juga sahabat. Sedang jelas sahabat Nabi seperti apa kedudukannya tetaplah junjungan kita. Lalu mengapa sahabat Nabi ini tidak langsung membai’at Abu Bakar begitu bai’atnya diminta? Apa alasannya? Bahkan istrinya, mengapa ia tidak membai’at Abu Bakar sama sekali sampai akhir hayatnya? Bukankah orang yang meninggal dunia dalam keadaan belum membai’at (mengakui) Imam zamannya mati sebagai matinya orang jahil?[2]
Satu lagi, ungkapan penanya yang berbunyi: “Jika ia tidak punya kekuatan, maka ia bukan Khalifah.” Apakah ia mengira kekhilafahan adalah kedudukan yang dapat dicapai dengan pendapat masyarakat? Bagi kami kekhilafahan adalah kedudukan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Kekhilafahan di mata kami tidak membutuhkan pendapat masyarakat sama sekali. Bagi kami sama seperti kenabian. Apakah menurut anda jika seorang Nabi tidak memiliki kekuatan atau pengikut yang banyak maka ia bukan Nabi?
Jawab: Dalam sejarah tidak pernah tercatat bahwa Ali bin Abi Thalib membai’at Umar dan Utsman. Karena kekhilafahan Umar bin Khattab telah ditentukan oleh Abu Bakar. Orang-orang banyak yang menanyai Abu Bakar, “Mengapa engkau memilih seseorang yang berwatak keras untuk menjadi khalifah? Kelak ia akan menjadi semakin keras dengan begitu. Apa yang akan kau jawab di hadapan Tuhan nanti karena telah menjadikan orang sepertinya sebagai khalifah kami?”
Abu Bakar menjawab mereka, “Jawabanku untuk Tuhan kelak adalah: Aku telah memilih orang terbaik untuk menjadi khalifah.”[1]
Begitupula kekhilafahan Utsman bin Affan, kekhalifahannya juga atas usaha Abdurrahman bin ‘Auf. Dengan demikian apa arti bai’at Ali bin Abi Thalib? Sama sekali mereka tidak membutuhkan bai’atnya untuk menjadi khalifah.
Lalu bagaimana anda menyatakan bahwa Ali membai’at mereka?
Adapun mengenai pembai’atan Ali bin Abi Thalib untuk Abu Bakar, dapat dikatakan bahwa menurut Syiah itu bukanlah bai’at. Adapun dalam versi Ahlu Sunah, Ali bin Abi Thalib membai’at Abu Bakar setelah enam bulan dan sepeninggal istrinya, Fathimah Az-Zahra. Lalu dapat dipertanyakan mengapa Ali bin Abi Thalib mengulur waktu sedemikian lama untuk melakukan perbuatan yang benar (bai’at)? Anggap saja Ali bukan Washi Nabi. Siapapun Ali meski ia bukan Washi Nabi, tak dielakkan bahwa ia pun juga sahabat. Sedang jelas sahabat Nabi seperti apa kedudukannya tetaplah junjungan kita. Lalu mengapa sahabat Nabi ini tidak langsung membai’at Abu Bakar begitu bai’atnya diminta? Apa alasannya? Bahkan istrinya, mengapa ia tidak membai’at Abu Bakar sama sekali sampai akhir hayatnya? Bukankah orang yang meninggal dunia dalam keadaan belum membai’at (mengakui) Imam zamannya mati sebagai matinya orang jahil?[2]
Satu lagi, ungkapan penanya yang berbunyi: “Jika ia tidak punya kekuatan, maka ia bukan Khalifah.” Apakah ia mengira kekhilafahan adalah kedudukan yang dapat dicapai dengan pendapat masyarakat? Bagi kami kekhilafahan adalah kedudukan yang telah ditetapkan oleh Tuhan. Kekhilafahan di mata kami tidak membutuhkan pendapat masyarakat sama sekali. Bagi kami sama seperti kenabian. Apakah menurut anda jika seorang Nabi tidak memiliki kekuatan atau pengikut yang banyak maka ia bukan Nabi?
[1] Al-Kharaj, Abu Yusuf Baghdadi, hlm. 100.
[2] Shaih Muslim, jld. 6, hlm. 22; Sunan Baihaqi, jld. 8, hlm. 156.
Oleh Muhammad Thabari, dalam bukunya yang berjudul “Jawaban Pemuda Syiah atas Pertanyaan-Pertanyaan Wahabi”
Categories:
Bahasa Indonesia
0 comments:
Post a Comment
براہ مہربانی شائستہ زبان کا استعمال کریں۔ تقریبا ہر موضوع پر 'گمنام' لوگوں کے بہت سے تبصرے موجود ہیں. اس لئےتاریخ 20-3-2015 سے ہم گمنام کمینٹنگ کو بند کر رہے ہیں. اس تاریخ سے درست ای میل اکاؤنٹس کے ضریعے آپ تبصرہ کر سکتے ہیں.جن تبصروں میں لنکس ہونگے انہیں فوراً ہٹا دیا جائے گا. اس لئے آپنے تبصروں میں لنکس شامل نہ کریں.
Please use Polite Language.
As there are many comments from 'anonymous' people on every subject. So from 20-3-2015 we are disabling 'Anonymous Commenting' option. From this date only users with valid E-mail accounts can comment. All the comments with LINKs will be removed. So please don't add links to your comments.